Selamat bergabung bersama saya dalam blog ini. Silahkan kemukakan segala isi di pikiran dan nikmati kebebasan.

Jumat, 15 Januari 2010


PLURALISME SETELAH WAFATNYA GUS DUR
Oleh
I Made Somya Putra

Tanggal 30 Desember 2009, tepatnya pada pukul 18.45 WIB, bangsa Indonesia dikejutkan dengan telah berpulangnya KH. Abdulrahman Wahid alias Gus Dur. Menurut Dokter yang menanganinya, wafatnya Gus Dur disebabkan oleh penyakit yang dideritanya. Hal ini tentunya membuat rasa kehilangan bagi keluarga, dan segenap bangsa Indonesia pada umumnya. Seluruh elemen Bangsa berduka, baik dari warga NU, pejabat, tokoh politik, agamawan, dan lainnya merasa kehilangan yang amat mendalam atas kepergian alm. Gus Dur.
Dalam pidato pelepasan jenasah alm. Gus Dur, Presiden RI Susilo Bambang Yudoyono menyebut beliau sebagi bapak pluralisme Indonesia. Begitu banyak jasa-jasa beliau dalam menjaga Kebhinekaan di Indonesia, beliau juga terkenal sebagai pembela sejati kaum minoritas, pejuang hak asasi manusia, pemikir agama yang dijadikan guru dan panutan bagi pengikutnya. Bagi warga keturunan Tionghoa beliaulah amat berjasa dalam melindungi keberadaan warga tionghoa setelah sekian lama mendapat diskriminasi. Sebagai presiden pada awal reformasi, alm. Gus Dur merupakan sosok yang penting dalam demokrasi, anti diskriminasi, dan penegakan HAM di Indonesia. Setelah lengser sebagai Presiden-pun beliau masih banyak memiliki jasa bagi kaum minoritas, seperti halnya pembela Jamaat Ahmadiyah, dan Aliansi Kebangsaan Untuk Kebebasan Beragama dan Beragama (AKKBB). Hal ini menunjukkan bahwa beliau banyak memiliki jasa dalam bidang pluralisme dan multikulturalisme.
Orang seperti alm. Gus Dur mungkin terlahir sekali dalam 1 abad. Ditengah masalah SARA yang sering mengganggu kebhinekaan Indonesia dan dapat menimbulkan disintegrasi bangsa, Gus Dur-lah satu-satunya tokoh bangsa yang nyata berjuang untuk persatuan dan kesatuan bangsa. Dengan wafatnya Gus Dur, Bangsa Indonesia mempunyai masalah yang amat besar yaitu, siapakah tokoh yang akan menjadi pejuang Pluralis, pelindung kaum minoritas dan agamawan yang dipuja oleh pengikutnya?. Hal ini mengingat Indonesia adalah bangsa dengan penuh keberagaman dan majemuk sehingga memerlukan tokoh pemersatu yang disegani dan dipercaya untuk memimpin bangsa.
Indonesia adalah Negara yang sangat memiliki banyak pulau yang didalamnya terdapat banyak keberagaman. Dengan keberagaman itu sendiri, terkadang menimbulkan masalah bagi masyarakat, seperti halnya kasus ahmadiyah, AKKBB, kasus pengerusakan tempat ibadah atau toleransi umat beragama. Kasus-kasus tersebut merupakan kasus yang masih dapat dipendam Gus Dur, tetapi setelah wafatnya Gus Dur masalah seperti ini pasti akan timbul kembali, dan diperlukan tokoh yang dapat meredam masalah-masalah pluralisme seperti ini. Alm. Gus Dur begitu paham dengan keadaan bangsa sehingga beliau begitu gigih dalam memperjuanggakan persatuan dan kesatuan bangsa, oleh karena itu hendaknya sebagai generasi penerus bangsa kita semua berkewajiban untuk menjaga persatuan dan kesatuan serta melanjutkan perjuangan beliau yang tidak membedakan suku, Ras, agama dan kelompok. Suatu catatan penting bagi kita bahwa dengan wafatnya Alm. Gus Dur maka Kebhinekaan dapat menjadi bibit perpecahan bangsa dan tugas kita untuk menemukan tokoh nasional seperti beliau, serta melanjutkan perjuangan beliau menjadi pejuang pluralisme dan multikulturalisme.

Rabu, 13 Januari 2010

KPK VS POLRI : Menuju Reformasi Sistem.

Indonesia telah mengalami cobaan dalam bidang hukum dan berkembang menjadi permasalahan politik menyangkut kasus yang melibatkan 2 (dua) institusi yang berwenang dalam penegakan supremasi hukum di Indonesia yakni Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kepolisian Republik Indonesia (POLRI). Sehingga memaksa Presiden membentuk Tim Pencari Fakta atau yang disebut dngan Tim 8 demi mengungkap kebenaran tentang adanya rekayasa kriminalisasi KPK oleh POLRI. Opini publik berkembang luas yang menyebabkan seolah-olah adanya perang KPK dan Kepolisian atau yang lebih terkenal dengan Cicak vs Buaya.
Dimulai dari adanya kasus dana Bank Century yang disinyalir oleh KPK terdapat keterlibatan pengusaha dan oknum POLRI yang ikut menikmati hasil korupsi dari dana bank century tersebut. Kemudian, POLRI atas dasar adanya testimoni dari Antasari yang memberikan kesaksian bahwa ada petinggi KPK yang menerima suap, POLRI melakukan pemeriksaan, dan atas pemeriksaan tersebut POLRI menjadikan Bibit Samad Rianto dan Chandra M. Hamzah sebagai tersangka. Tetapi hal ini semakin ramai dan menjadi berita besar setelah disiarkannya hasil rekaman KPK oleh Mahkamah Konstitusi (MK) yang memperlihatkan adanya rekayasa kriminalisasi KPK. Dan dimulailah penggunaan wewenang yang dimiliki masing-masing lembaga hukum tersebut untuk menjerat pimpinan lembaga hukum lainnya.
Dilihat dari segi kewenangan yang dimiliki, KPK dan POLRI sama-sama memiliki kewenangan untuk melakukan tindakan penegakan hukum. Apabila terdapat tindakan melawan hukum yang dilakukan baik oleh oknum maupun secara kolektif dilakukan pada sebuah instansi maka baik KPK dan POLRI wajib untuk melakukan penyelidikan, penyidikan, demi tegaknya supremasi hukum. Namun masih terdapat kelemahan dari segi undang-undang yang terlihat masih adanya Judisial Review KPK ke MK Disamping itu, keterangan Williardi Wizard yang menyatakan adanya tekanan dari pimpinan POLRI dalam pembuatan BAP memperlihatkan masih kurang profesionalnya aparat dalam penegakan hukum, serta pengetahuan masyarakat yang kurang tentang hukum menimbulkan persepsi yang membingungkan.
Indonesia adalah Negara hukum sesuai dengan Pasal 1 ayat (3) UUD 1945, untuk itu segala perbuatan yang dilakukan harus berdasarkan hukum dan setiap warga Negara wajib untuk menjunjung tinggi hukum. Jadi penyelesaian masalah KPK dan POLRI juga harus dilakukan melalui jalur hukum. Apapun yang didalilkan baik oleh KPK dan POLRI harus dibuktikan di Pengadilan dan Mahkamah Agung sebagai lembaga hukum tertinggi wajib untuk memimpin peradilan secara adil. Semua kalangan (LSM, ORMAS, Pemerintah, dan lainnya) harus ikut melakukan pengawasan dan pengawalan dalam pengadilan ini. Sehingga pada akhirnya dapat dilihat mana yang benar dan yang salah.
Kemudian, agar sengketa antar lembaga hukum ini tidak terjadi lagi maka harus dilakukan adanya reformasi sistem baik di KPK maupun Kepolisian, karena bagaimanapun KPK dan Kepolisian memerlukan perbaikan baik secara peraturan perundang-undangan (substansi), aparat atau pelaku atau aktor (struktur), serta budaya atau kesadaran masyarakat (kultur) dengan menggunakan prinsip-prinsip good governance. Reformasi sistem ini harus dilakukan agar dapat menciptakan lembaga hukum yang benar-benar berjuang demi tegaknya supremasi hukum.