Selamat bergabung bersama saya dalam blog ini. Silahkan kemukakan segala isi di pikiran dan nikmati kebebasan.

Rabu, 07 Juli 2010

Implementasi Pemberian Bantuan Hukum Cuma-Cuma Di Bali

Bantuan hukum di dalam proses mencari keadilan adalah hal yang penting demi terciptanya keadilan di masyarakat. Seiring dengan adanya reformasi di bidang hukum, bantuan hukum dipandang sebagai salah satu faktor penting dalam penegakan hukum, terutama di bidang acces to justice dalam pemenuhan rasa keadilan di masyarakat terutama masyarakat miskin. Tetapi setelah hampir lebih dari 10 (sepuluh) tahun era reformasi bergulir, bantuan hukum cuma-cuma masih belum bisa dirasakan oleh masyarakat miskin di Bali sepenuhnya yang tidak mempunyai biaya untuk bisa membela diri apabila berperkara atau berhadapan dengan hukum.
Bantuan hukum adalah hak dari bagian proses peradilan yang adil dalam prinsip di Indonesia yang merupakan negara hukum sesuai Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 Amandemen dan merupakan salah satu prinsip Hak Asasi Manusia (HAM) yang dituangkan dalam Pasal 16 dan Pasal 26 Internatinonal Convenant On Civil And Political Right (ICCPR) mengenai hak atas perlindungan hukum serta dihindarkan atas diskriminasi atas bentuk apapun. Sedangkan Pasal 14 ayat (3) menjamin Hak atas bantuan hukum dan hak atas advokat (right to councel) dan memerintahkan negara untuk menyediakan advokat untuk memberikan bantuan hukum. Dalam Undang-Undang dasar 1945 Amandemen pasal 27 dan pasal 28 ayat (1) diatur tentang persamaan dalam hukum (equality before the law). Yang dalam peraturan perundang-undangan nasional hak atas bantuan hukum diatur dalam pasal 17, 18, 19 dan 34 UU No. 39/1999 tentang HAM dan Hak untuk mendapat bantuan hukum dan hak terdakwa terdapat dengan jelas di Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yakni pasal 18, 21, 54, 55, 56, 144, 155, 117, dan 118 KUHAP. Namun sederet peraturan hukum tersebut tidak menjamin bagi masyarakat kaum marginal untuk bisa mendapat bantuan hukum yang adil.
Bantuan hukum yang diharapkan oleh masyarakat bukan hanya masalah pembelaan saja. Tetapi juga masalah betapa mahalnya biaya untuk mencari keadilan di pengadilan. Seseorang harus memiliki modal terlebih dahulu untuk mempersiapkan segala sesuatu agar bisa mengajukan alat bukti, adrimistrasi, dan data lainnya yang akan dipergunakan di pengadilan, misalnya biaya materai untuk surat kuasa, biaya pengesahan (legalisir), biaya transportasi, biaya komunikasi, biaya komsumsi dan biaya lainnya. Biaya-biaya seperti itu, bukan saja masalah bagi pihak yang memiliki masalah tetapi juga masalah bagi pemberi bantuan hukum yang tidak mempunyai dana untuk itu.
Di dalam KUHAP dan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Perdata (KUHA Perdata) dikenal adanya pembebasan pembayaran pendaftaran perkara di Pengadilan bagi orang yang terbukti miskin yang punya kasus perdata yang dikelanal dengan prosedur prodeo. Dalam prakteknya, prosedur prodeo ini hanya sering dilakukan di kasus pidana, itu pun bantuan hukum yang dilakukan lebih sering diberikan apabila sudah di persidangan, padahal semestinya bantuan hukum telah diberikan dari awal pada saat yang bersangkutan berperkara. Sedangkan di kasus perdata, prosedur prodeo ini sangat langka bahkan “hampir punah” karena tidak pernah diterapkan oleh pengadilan baik negeri ataupun agama.
Memang masyarakat miskin sangat terbantu dengan prosedur prodeo ini, tetapi prosedur prodeo ini hanya berlaku di pengadilan. Sedangkan biaya yang diperlukan bukan hanya biaya adrimistrasi dan ongkos pendaftaran saja. Masih ada biaya-biaya yang lain diluar pengadilan, seperti biaya surat kuasa, pengesahan dan lainnya. Biaya-biaya tersebut menjadi hambatan dalam mencari keadilan di pengadilan. Pemberi bantuan hukum kalau memberi bantuan hukum demi masyarakat miskin harus “mengorek kantongnya” sendiri untuk membantu. Bagaimana dengan Kantor Pos yang akan melakukan legalisir alat bukti, maukah mereka melegalisir secara gratis?, sudahkah ada aturan untuk mengratiskan legalisir untuk bantuan hukum cuma-cuma, agar tidak kalau membantu penggratisan legalisir dikatakan korupsi, karena tidak ada atau bukan anggarannya.
Menyikapi hasil diskusi komunitas mengenai penggalangan dukungan dalam pembentukan RUU KUHAP yang diselenggarakan YLBHI-LBH Bali bersama Ikatan Korban Napza (IKON) bulan Januari 2010 lalu, yang ternyata ditemukan fakta bahwa masyarakat kurang mendapat perhatian dalam pemberian bantuan hukum terutama oleh aparat penegak hukum maka sangat diperlukan adanya diskusi lebih lanjut mengenai hal ini agar aspirasi dalam pemberian bantuan hukum cuma-cuma bagi masyarakat miskin dapat terjembatani. Hal ini menjadi cerminan yang nyata betapa jauhnya masyarakat miskin dari keadilan.
Keinginan kaum marginal untuk mendapat bantuan hukum sangat besar, hal ini dikarenakan keadilan yang didapatkan di pengadilan sering kali tidak didapatkan oleh karena pengetahuan mereka tentang hukum sangatlah kurang. Maka sangatlah penting bantuan hukum bagi kaum marginal mengingat perjuangan untuk melawan praktek mafia peradilan yang kini dikumandangkan demi menciptakan peradilan yang bersih. Dan perlu bantuan segala pihak untuk merealisasikan termasuk pemerintah daerah.
Keinginan mendapatkan bantuan hukum bagi kaum miskin sebenarnya berusaha diakomadir oleh pemerintah dengan mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 83 Tahun 2008 tentang persyaratan dan tata cara pemberian bantuan hukum secara cuma-cuma. Dengan adanya PP tersebut seharusnya bantuan hukum lebih mudah diakses oleh masyarakat miskin, tetapi dalam implementasi PP tersebut ternyata masyarakat belum sepenuhnya merasakan bantuan hukum cuma-cuma yang diharapkan serta faktanya juga tidak terlalu berpengaruh dengan akses untuk memperoleh keadilan dalam proses peradilan. Hal ini berarti, tujuan dibentuknya PP tersebut belum sepenuhnya tercapai. Hal ini dikarenakan PP tersebut tidak terlalu diterapkan di daerah. Sehingga diperlukan adanya kemauan politik dari pemerintah daerah untuk segera memperhatikan dan memberikan bantuan dalam pemberian bantuan hukum cuma-cuma bagi masyarakat miskin.
Dengan demikian, bantuan dari pemerintah daerah, pemerintah kabupaten atau pihak penyandang dana lainnya untuk membantu penyelesaian masalah implementasi bantuan hukum cuma-cuma di Bali sangat diperlukan dengan cara menyediakan advokat khusus pemberi bantuan hukum cuma-cuma atau menyediakan anggaran untuk bantuan hukum cuma-cuma kemudian menghibahkannya ke pihak yang berkompeten atau yang lainnya demi kepentingan keadilan bagi masyarakat mengingat keadilan dalan proses peradilan bagi masyarakat miskin wajib dipenuhi oleh pemerintah sesuai dengan amanat Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

(dimuat di bali express, tgl 7 Juli 2010)